Sudah hampir satu tahun Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan meluncurkan Gerakan Literasi Sekolah “Bahasa Penumbuh Budi Pekerti”. Peluncuran Gerakan Literasi Sekolah itu dilakukan secara simbolis dengan menyerahkan buku paket bacaan untuk 20 sekolah di DKI Jakarta sebagai bahan awal kegiatan literasi. Gerakan Literasi Sekolah dikembangkan berdasarkan Permendikbud Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Uji coba baru dilakukan di lima provinsi, masing-masing DKI Jakarta, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sumatera Utara, Kepulauan Riau, dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Momentum Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2016 sangat tepat untuk me-recharge kembali gerakan yang sangat mulia ini. Sebuah gerakan yang bersifat partisipatif dengan melibatkan warga sekolah (peserta didik, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, Komite Sekolah, orang tua/wali murid peserta didik), akademisi, penerbit, media massa, masyarakat (tokoh masyarakat yang dapat merepresentasikan keteladanan, dunia usaha, dll.), dan pemangku kepentingan.
Kegiatan literasi ini tidak hanya membaca, tetapi juga dilengkapi dengan kegiatan menulis yang harus dilandasi dengan keterampilan atau kiat untuk mengubah, meringkas, memodifikasi, menceritakan kembali, dan seterusnya. Lebih luas lagi menurut Deklarasi Praha pada tahun 2003 yang menyebutkan bahwa literasi juga mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat, literasi juga bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa, dan budaya (UNESCO, 2003).
Mari kita bertanya; Sudahkah indikator-indikator "Gerakan Literasi" tumbuh kembang (ada) di lingkungan sekolah-sekolah kita ?
Panduan Gerakan Literasi di SMA
Posting Komentar